Wednesday, 30 October 2013
Makalah Geografi "TRANSMIGRASI"
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat pemerintahan Orde Baru, pemerintah gencar melaksanakan program transmigrasi, dengan tujuan untuk meratakan penduduk di Indonesia dan juga untuk menyejahterakan rakyat. Harapannya, rakyat dapat hidup lebih layak hidup di perantauan. Hal ini dilihat dari luasnya negara Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau sehingga terlihat perbedaan yang mencolok dalam hal pembangunan, pemusatan penduduk dan berbagai perbedaan antar etnis dan kultur, dan karena pemusatan pembangunan di daerah Jawa.
Perbedaan sumberdaya alam disetiap daerah juga menjadi faktor di adakannya transmigrasi, serta kepiawaian masyarakat Jawa dalam mengolah tanah juga dijadikan pertimbangan mengapa suku Jawa menjadi objek transmigrasi. Selain itu, pulau Jawa merupakan pulau yang padat penduduk. Banyak masalah yang dihadapi oleh masyarakatnya, terutama masalah lapangan kerja. Sebagimana kita ketahui bahwa Jawa merupakan pusat pemerintahan dan juga pusat Pembangunan, industri-industri banyak yang tumbuh dan berkembang di Jawa, perusahaan asing juga telah merelokasikan perusahaannya di Jawa, dengan pertimbangan transportasi yang mudah dijangkau. Namun, itu semua belum dapat menampung tenaga kerja yang tersedia di Jawa. Tindakan yang solutif yaitu, diadakannya program transmigrasi. Dengan harapan, para pencari kerja dan para masyarakat yang lain, dapat hidup lebih layak di pulau lain yang jarang penduduknya, namun memiliki sumberdaya alam yang lebih melimpah tetapi belum dikelola secara maksimal.
Pembangunan transmigrasi yang ada hingga saat ini sebetulnya sudah dirintis sejak jaman penjajahan Hindia Belanda tahun 1905 dengan sebuah program kolonisasi. Kemudian sejak jaman kemerdekaan telah berlangsung sejak tengah abad yang lalu dan dijadikan sebagai salah satu strategi pembangunan sejak berdirinya depertemen tenaga kerja, Koperasi dan transmigrasi pada tanggal 12 desember 1950. Departemen atau lembaga yang menaganipun juga sering ganti-ganti sesuai dengan perubahan politik yang terjadi di Negara ini. Hingga saat ini sudah tiga belas kali depertemen yang menangani berganti-ganti
Tidak bisa dipungkiri dalam prakteknya transmigrasi menimbulkan berbagai masalah serius yang membutuhkan solusi serius. Memang dapat dipahami penanganan masalah transmigrasi bukan sekadar menyiapkan lahan untuk menampung transmigran dan memindahkan penduduk dari daerah asal ke tempat yang baru. Penanganan masalah transmigrasi jauh lebih luas dan lebih rumit, karena berkaitan erat dengan pembangunan daerah, kesiapan calon transmigran, supaya mempersiapkan masyarakat penerima transmigran.
1.2 Tujuan Penulisan
a. Semoga dengan ditulisnya makalah ini dapat menambah perbendaharaan ilmu kita seputar transmigrasi dan segala hal yang berkaitan dengan masalah itu.
b. Semoga dengan makalah ini lebih ada perhatian khusus mengenai hal-hal yang timbul akibat transmigrasi.
1.3 Rumusan Masalah
Dalam masalah ini saya akan mengangkat perihal transmigrasi dengan berbagai hal yang mendasarinya, dan juga kehidupan para transmigran di daerah barunya. Bagaimana mereka hidup di lingkungan yang asing baginya, hingga berdampak pada aktifitas sosialnya. Yang akan dikaji melalui rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimana penyaringan calon transmigran?
Hal-hal apa sajakah yang dipersiapkan sebelum pindah?
Bagaimana pola permasalahan para transmigran?
1.4 Metode
Penulis menggunakan metode penulisan kuantitatif. Yaitu dengan menelaah berbagai informasi yang berkaitan dengan hal tersebut, sehingga penulis dapat memproleh bahan penulisan dari beberapa sumber dan mengautkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan beberapa ahli yang telah membahas hal ini.
2.1 Definisi Program Transmigrasi
Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah yang padat penduduknya ke area wilayah pulau lain yang penduduknya masih sedikit atau belum ada penduduknya sama sekali.
Transmigrasi di Indonesia biasanya diatur dan didanai oleh pemerintah kepada warga yang umumnya golongan menengah ke bawah. Sesampainya di tempat transmigrasi para transmigran akan diberikan sebidang tanah, rumah sederhana dan perangkat lain untuk penunjang hidup di lokasi tempat tinggal yang baru.
Transmigrasi merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mencapai keseimbangan penyebaran penduduk, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapatan. Titik pusat penyelenggaraan transmigarasi adalah manusia. Program pelaksanaan transmigrasi memungkinkan untuk melaksanakan pemerataan pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial kepada golongan penduduk yang selama ini tidak terjamah oleh fasilitas-fasilitas sosial tersebut. Transmigrasi juga berfungsi untuk mempercepat perubahan pengelompokan dan penggolongan manusia dan membentuk jalinan hubungan sosial dan interaksi sosial yang baru (Martono dalam Swasono;1986).
Sedangkan menurut Heeren (1979), “transmigrasi ialah perpindahan, dalam hal ini memindahkan orang dari daerah yang padat ke daerah yang jarang penduduknya dalam batas Negara dalam rangka kebijaksanaan nasional untuk tercapainya penyebaran penduduk yang lebih seimbang”.
Transimgrasi membantu pemerintah dalam pengembangan daerah. Daerah yang dibangun dalam transmigrasi adalah daerah asal dan daerah tujuan. Di daerah asal dapat dilaksanakan program pembangunan yaitu pelaksanaan landreform secara konsekuen, pelaksanaan proyek-proyek pembangunan, pelestarian alam dan lingkungan hidup, perubahan pola usaha tani, pencegahan korban-korban bencana alam, pengurangan kepadatan penduduk, dan pengurangan urbanisasi. Sedangkan di daerah tujuan dapat dilaksanakan program penambahan tenaga pembangunan, perubahan dana-dana dan sarana pembangunan, transfer teknologi, pelaksanaan landreform secara konsekuen, pembudidayaan potensi alam, dan pembaharuan pola hidup (Martono dalam Swasono;1986).
Transmigrasi umum ditanggung oleh pemerintah, dimulai dari pendaftaran, dan seleksi hingga tempat tinggal transmigran. Pada tahun 1956, pemerintah memberikan pinjaman kepada transmigran. Pada delapan bulan awal, mereka mendapatkan pangan dan sandang dari pemerintah, namun mereka membayar pinjaman tersebut selama 3 tahun.
Salah satu pola transmigrasi yang berjalan di Indonesia adalah transmigrasi swakarsa. Ciri-ciri dari transmigrasi swakarsa adalah sebagai berikut (Sujarwadi dalam Warsito et.al;1995):
Pemilihan tanah harus sesuai dengan ketentuan pemerintah
Perpindahan transmigran swakrsa/spontan harus sesuai dengan kebijakan kependudukan dan pembangunan.
2.2 Macam-macam Transmigrasi
Program transmigrasi biasanya dibagi menurut motif keberangkatan transmigran, diantaranya adalah :
1. Transmigrasi Umum
Transmigrasi umum adalah program transmigrasi yang disponsori dan dibaiayai secara keseluruhan oleh pihak pemerintah melalui depnakertrans (departemen tenaga kerja dan transmigrasi).
2.TransmigrasiSpontan/Swakarsa
Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari daerah padat ke pulau baru sepi penduduk yang didorong oleh keinginan diri sendiri namun masih mendapatkan bimbingan serta fasilitas penunjang dari pemerintah.
3. Transmigrasi Bedol Desa
Transmigrasi bedol desa adalah transmigrasi yang dilakukan secara masal dan kolektif terhadap satu atau beberapa desa beserta aparatur desanya pindah ke pulau yang jarang penduduk. Biasanya transmigrasi bedol desa terjadi karena bencana alam yang merusak desa tempat asalnya. Atau karena dampak dari pembangunan.
2.3 PENGARUH TRANSMIGRASI TERHADAP DAERAH TRANSMIGRASI
Transmigrasi diharapkan tercapainya keseimbangan penyebaran penduduk sesuai dengan daya tampung sosial, agraris dan ekologis. Daya tampung sosial adalah jumlah yang dapat ditampung di suatu daerah tanpa menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang berarti (Heeren, 1979). Pada proyek-proyek transmigrasi tertentu beberapa konflik antara transmigran dan penduduk asli telah terjadi, bahkan diantaranya telah terjadi pertumpahan darah (Kompas, 1976 dalam Heeren, 1979).
Dengan pola apapun dilaksanakannya transmigrasi, benturan atau konflik akan tetap terjadi. Diantaranya adalah adanya benturan budaya antara yang asli dan pendatang. Permasalahan ini adalah permasalahan berat yang tidak mungkin dihindari (Wirosardjono dalam Swasono;1986). Penduduk asli memiliki berbagai sikap terhadap transmigran, ada sikap yang senang menerima pendatang dan ada yang tidak menyukai kedatangan transmigran. Contohnya adalah masalah transmigrasi di Lampung yaitu antara transmigran Jawa dengan penduduk asli. Penduduk Lampung menghina penduduk jawa yang miskin, sedangkan masyarakat Jawa jarang atau hampir tidak pernah melakukan kontak dengan masyarakat lampung (Heeren, 1979).
Adanya sengketa tanah yang terjadi antara penduduk asli dan pendatang dan antar sesama transmigran merupakan salah satu masalah lain yang timbul akibat transmigrasi (Kustadi dalam Warsito et.al;1995). Contohnya di Luwu, penduduk asli merasa dirugikan karena kehilangan hak atas bidang-bidang tanah tertentu. Ada juga kasus lainnya, penduduk asli mendapatkan tanah pengganti yang jauh dari desa (Heeren, 1979). Akibat transmigrasi penduduk, daerah transmigrasi semakin padat karena membanjirnya transmigran. Selain itu, letak daerah transmigran yang terpencil sehingga sulit untuk dicapai, dan hasrat penduduk yang ingin bertransmigrasi menjadi masalah di daerah asal sehingga penduduk tersebut cenderung menggunakan calo.
Penduduk asli merasakan perasaan iri, karena fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada transmigran, tetapi tidak pernah diberikan oleh pemerintah kepada penduduk asli. Penduduk merasa tidak enak dengan adanya transmigran. Dengan adanya transmigran, mereka akan menjadi minoritas didaerah mereka sendiri (Heeren, 1979).
Di daerah luar Jawa, umumnya para petani masih menggunakan sistem ladang berpindah yang membutuhkan lahan yang luas. Seharusnya mereka merubah cara berpikir mereka dalam sistem bertani. Namun, adat istiadat yang masih dipegang teguh menghambat kemerdekaan berpikir mereka. Oleh sebab itu, mereka tidak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan zaman dan mereka mulai menjual harta-harta pusaka mereka yang berupa tanah kepada orang-orang di kota dan transmigran. Akibatnya, mereka tidak lagi punya usaha dan pergi dari kampungnya. Mereka mencari pekerjaan lain, diantaranya bekerja diperusahaan-perusahaan pertanian. Namun, mereka kalah saing karena pendatang baru sudah terbiasa dalam menggunakan alat-alat modern. Banyak diantara mereka yang menjadi pengangguran yang mengakibatkan peningkatan kriminalitas.
2.4 Penyaringan Calon Transmigrasi
Pada transmigrasi yang berasaskan pertanian, tentunya transmigran yang dikirim harus mampu menjadi petani yang baik dan dapat berkambang. Hal ini harus disadari bahwa calon transmigran nantinya akan menghadapi lahan garapan yang makin subur. Sehingga yang diharapkan benar-benar mampu menjadi pionir pembangunan pertanian yang dapat berkembang. Adapun gambaran keadaan transmigran sebelum keberangkatan, berdasarkan kepemilikan lahan tanah. Sebagai berikut :
Pamong Desa 1,10 %
Guru 0,34 %
Pegawai 0,20 %
Pedagang 13,02 %
Tukang 8,61 %
Petani 47,16 %
Buruh 8,80 %
Buruh Tani 18,86 %
Pengangguran 1,57 %
Adapun penyakapan dan sewa maupun kerjasama lain, yang mengaku petani 47% dan buruh tani serta buruh ± 27%. Diantaranya ada yang memiliki pekerjaan lebih dari satu. Syarat-syarat penyaringan transmigrasi :
Umur kepala keluarga antara 20-40 tahun
Status transmigran harus kawin
Isteri tidak mengandung lebih dari 3 bulan
Tidak membawa anak bayi kurang dari 6 bulan
Tidak membawa anggota keluarga lanjut usia, lebih dari 60 tahun.
Syarat diatas merupakan ketentuan yang harus terpenuhi, agar para transmigran dapat bekerja dengan tenang tanpa harus disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga yang dapat menghambat. Namun, pada Undang-undang Transmigrasi Bab XII, pasal 25 Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 42 Tahun 1973 Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi yang menyebutkan: Bahwa untuk menjadi transmigran, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut :
Warga negara Republik Indonesia
Berkelakuan baik
Berbadan sehat
Sukarela
Mempunyai kemampuan dan keterampilan kerja
Tunduk dan patuh pada peraturan tentang penyelenggaraan transmigrasi.
Syarat-syarat diatas haruslah terpenuhi, namun yang blebih harus diperhatikan adalh syarat ke-5, yaitu memiliki kemampuan dan keterampilan kerja. Menurut pandangan penulis, syarat tersebut perinciannya sangat kurang, yaang dimaksud memilki keterampilan kerja yang seperti apa belum jelas kualifikasinya. Kendatipun syarat yang lain seperti berkelakuan baik juga harus diperhatikan. Apabila calon transmigran telah memiliki keterampilan dan kemampuan kerja, bagaimanakah cara penyaeingannya? Seperti apakah tolok ukur seseorang yang mampu dan terampil? Fakta membuktikan ,bahwa transmigran yang tidak mampu dan terampil, akan menghambat dirinya sendiri dan juga akan menghambat keberhasilan program transmigrasi tersebut.
Apabila minat transmigrasi besar, seharusnya diberlakukan penyaringan yang lebih selektif dan terarah. Hal ini barmaksud agar keberhasilan para transmigran lebih cepat secara kualitatif. Walaupun belum tau tolok ukur keberhasilan itu sperti apa. Sebagai contoh transmigran di derah Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan pada tahun 1976, petani yang berpenghasilan Rp 200.000,- atau lebih hanya berkisar 2,67 %.
Maka cukup jelas apabila negara telah mengaturnya dalm undang-undang, terutama dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 1973 yang isinya “ wajib mengadakan penerangan/penyuluhan, pendaftaran, dan seleksi tentang penyelenggaraan transmigrasi. Yang pelaksanaannya berdasarkan U.U. No. 3 Tahun 1972, tentang ketentuan lain untuk menilai kemampuan dan keterampilan dalam saringan pemilihan calon transmigrasi, yang disusun sebagai berikut :
Kepala Keluarga
a. Lamanya berusaha tani ( milik sendiri, sewa, buruh )
b. Kursus atau latihan keterampilan yang telah diikuti
c. Berdagang produk pertanian atau barang lain.
Isteri
a. Pernah kursus keterampilan macam-macam pekerjaan atau industri rumah tangga
b. Berdagang.
2.5 Hal-hal Yang Dipersiapkan Sebelum Pindah
Hal yang perlu dipersiapkan sebelum pindah adalah pembekalan keterampilan. Pada latihan keterampilan ini, para transmigran diberitahu tentang gambaran lahan yang akan mereka garap diperantauan, karena lahan yang biasa mereka olah sudah pasti akan berbeda dengan lahan yang ada di daerah yang akan mereka tinggali nantinya. Alangkah lebih baik lagi apabila mereka diberitahu jenis tanah dan cara pengolahannya nanti.
Kurun waktu terakhir ini, Departemen Transmigrasi melakukan pembekalan dengan mendatangkan transmigran yang berhasil ke daerah asal mereka. Hal ini telah tertera pada pasal 26 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1973 menegenai penyelenggaraan transmigrasi.
Pada pelatihan ini Departemen Transmigrasi bekerjasama dengan Direktorat Pusat Latihan dan Transmigrasi ( PLPT ). Dikatakan bahwa yang dapat dilaksanakan sampai sekarang melatih 7% dari jumlah transmigran yang telah diharapkan dapat melatih atau membimbing 15 transmigran ( kepala keluarga ) per-orang. Makin banyak transmigran yang memperoleh pelatihan keterampilan akan semakin baik, namun karena terbatasnya anggaran akan membatasi jumlah yang dilatih. Dengan 7% mungkin berdasar “ Pan of Control “ , seorang mengawasi pekerjaan atau kegiatan 15 orang lainnya. Tetapi dalam hal yang sama transmigran dan sama-sama mulai dengan latihan lahan baru, lingkungan baru maupun masih mencari pengalaman baru, mungkin berat bagi transmigran pengikut kursus keterampilan diwajibkan membimbing, memberi contoh pada 15 0rang yang lain. Jadi pemberian penyuluhan kepada calon transmigran mutlak perlu, untuk bekal di daerah tujuan transmigrasi.
2.6 Pola Permasalahan Para Transmigran
Salah satu tujan transmigrasi adalah untuk memberikan taraf hidup yang lebih baik pada objek transmigrasi, dibandingkan dengan kehidupan sebelumnya di daerah asalnya. Untuk itu diperlukan sarana dan prasarana yang diperuntukkan pada para transmigran. Diantaranya adalah :
Memberikan sarana angkutan kepada transmigran hingga tempat tujuan
Menyediakan tempat tinggal tiap kepala keluarga
Memberikan lahan yang produktif seluas satu hektar disekitar lingkungan tempat tinggal sebagi pekarangan dan tegal
Memberi lahan tambahan yang belum dibuka seluas satu hektar
Menyediakan bantuan bahan kebutuhan hidup keluarga, selama tanamannya belum menghasilkan produksi, kurang lebih selama 1 tahun.
Memberikan sarana produksi pertanian, berupa benih tanaman pangan, bibit tanaman tahunan, pupuk,dll.
Memberi bantuan alat-alat pertanian dan dapur.
Sesungguhnya semua bantuan tersebut cukup bagi transmigran untuk memulai hidup mereka yang baru, apalagi bila mereka cakap mengolah pertanian serta trampil, tidak mustahil mereka akan meraih kesuksesan.
Masalah yang sering terjadi di daerah transmigran adalah kemampuan tenaga keluarga transmigran yang kurang, untuk membuka peluang usaha ke-2, yaitu mengolah lahan yang belum dibuka, yang masih berupa hutan belantara. Meskipun sudah ada daerah yang telah terkondisi dan berpokok pada tanaman perkebunan, walaupun 72,2% daerah transmigran masih berpola pertanian pangan, kalaupun ada itu hanya sampingan bagi mereka. Memang semua itu telah sesuai dengan keterampilan yang telah dibekali, yaitu mengolah lahan pertanian pangan.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa tanaman pangan lebih cepat dipanen dan merupakan bahan pokok utama untuk hidup. Tetapi untuk mencapai kesejah teraan hidup akan menjadi lambat, hal ini disebabkan oleh :
Tenaga yang dibutuhkan relatif banyak dan berkesinambungan
Setiap musim memerlukan bibit yang tidak dapat diperoleh dengan mudah
Adanya gangguan tanaman yang sering terjadi, sehingga peluang gagal sangat terbuka.
Pola demikian erat kaitannya dengan budaya masyarakat Jawa yang sering menanam tanaman pangan, sehingga tetap dipertahankan walupun sudah berada dilain daerah. Sehingga dari situlah muncul permasalahan-permasalahan akibat dari perbedaan budaya, antara penduduk asli dan para penduduk transmigran. Yang terkadang juga menimbulkan integrasi sosial, dan perbedaan kelas ekonomi.
2.7 Cara Mengatasi Masalah
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menekan pesatnya pertumbuhan penduduk :
1. Menggalakkan program KB atau Keluarga Berencana untuk membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga secara umum dan masal,sehingga akan mengurangi jumlah angka kelahiran.
2. Menunda masa perkawinan agar dapat mengurangi jumlah angka kelahiran yang tinggi.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk :
1. Penambahan dan penciptaan lapangan kerja
Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat maka diharapkan hilangnya kepercayaan banyak anak banyak rejeki. Di samping itu pula diharapkan akan meningkatkan tingkat pendidikan yang akan merubah pola pikir dalam bidang kependudukan.
2. Meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan
Dengan semakin sadar akan dampak dan efek dari laju pertumbuhan yang tidak terkontrol, maka diharapkan masyarakat umum secara sukarela turut mensukseskan gerakan keluarga berencana.
3. Mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi
Dengan menyebar penduduk pada daerah-daerah yang memiliki kepadatan penduduk rendah diharapkan mampu menekan laju pengangguran akibat tidak sepadan antara jumlah penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.
4. Meningkatkan produksi dan pencarian sumber makanan
Hal ini untuk mengimbangi jangan sampai persediaan bahan pangan tidak diikuti dengan laju pertumbuhan.
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa :
Departemen Transmigrasi sebagai lembaga yang berwenang mengatasi, serta yang memiliki program tersebut, seharusnya lebih menungkatkan mutu para transmigran untuk mewujudkan kesuksesan dari progran transmigrasi.
Sebelum diberangkatkan ke tempat tujuan, Departemen Transmigrasi seharusnya memberikan gambaran kepada para calon transmigran tentang keadaan sosial budaya, serta adat-adat yang ada di tanah rantauan.
Para transmigran, dibekali keterampilan sebagai tindakan awal apabila priduksi pertanian mereka belum berhasil.
3.2 Saran
Dengan adanya penulisan makalah ini, diberikan saran yaitu memberikan perhatian terhadap daerah-daerah transmigrasi sehingga tercapainya tujuan pemerintah yaitu adanya keseimbangan jumlah penduduk, perluasan kesempatan pekerjaan dan pendidikan.
Alisadono, Soedarsono, dkk. Kebijakan Transmigrasi Melalui Pendekatan Sitem. 2006. Yogyakarta : UGM Pers.
Warsito, Rukmadi,dkk. Transmigrasi Dari Daerah Asal Sampai Benturan Budaya di Tempat Pemukiman. 1984. Jakarta : CV. Rajawali.
( http://www.wikipedia.ac.id )
Perbedaan sumberdaya alam disetiap daerah juga menjadi faktor di adakannya transmigrasi, serta kepiawaian masyarakat Jawa dalam mengolah tanah juga dijadikan pertimbangan mengapa suku Jawa menjadi objek transmigrasi. Selain itu, pulau Jawa merupakan pulau yang padat penduduk. Banyak masalah yang dihadapi oleh masyarakatnya, terutama masalah lapangan kerja. Sebagimana kita ketahui bahwa Jawa merupakan pusat pemerintahan dan juga pusat Pembangunan, industri-industri banyak yang tumbuh dan berkembang di Jawa, perusahaan asing juga telah merelokasikan perusahaannya di Jawa, dengan pertimbangan transportasi yang mudah dijangkau. Namun, itu semua belum dapat menampung tenaga kerja yang tersedia di Jawa. Tindakan yang solutif yaitu, diadakannya program transmigrasi. Dengan harapan, para pencari kerja dan para masyarakat yang lain, dapat hidup lebih layak di pulau lain yang jarang penduduknya, namun memiliki sumberdaya alam yang lebih melimpah tetapi belum dikelola secara maksimal.
Pembangunan transmigrasi yang ada hingga saat ini sebetulnya sudah dirintis sejak jaman penjajahan Hindia Belanda tahun 1905 dengan sebuah program kolonisasi. Kemudian sejak jaman kemerdekaan telah berlangsung sejak tengah abad yang lalu dan dijadikan sebagai salah satu strategi pembangunan sejak berdirinya depertemen tenaga kerja, Koperasi dan transmigrasi pada tanggal 12 desember 1950. Departemen atau lembaga yang menaganipun juga sering ganti-ganti sesuai dengan perubahan politik yang terjadi di Negara ini. Hingga saat ini sudah tiga belas kali depertemen yang menangani berganti-ganti
Tidak bisa dipungkiri dalam prakteknya transmigrasi menimbulkan berbagai masalah serius yang membutuhkan solusi serius. Memang dapat dipahami penanganan masalah transmigrasi bukan sekadar menyiapkan lahan untuk menampung transmigran dan memindahkan penduduk dari daerah asal ke tempat yang baru. Penanganan masalah transmigrasi jauh lebih luas dan lebih rumit, karena berkaitan erat dengan pembangunan daerah, kesiapan calon transmigran, supaya mempersiapkan masyarakat penerima transmigran.
1.2 Tujuan Penulisan
a. Semoga dengan ditulisnya makalah ini dapat menambah perbendaharaan ilmu kita seputar transmigrasi dan segala hal yang berkaitan dengan masalah itu.
b. Semoga dengan makalah ini lebih ada perhatian khusus mengenai hal-hal yang timbul akibat transmigrasi.
1.3 Rumusan Masalah
Dalam masalah ini saya akan mengangkat perihal transmigrasi dengan berbagai hal yang mendasarinya, dan juga kehidupan para transmigran di daerah barunya. Bagaimana mereka hidup di lingkungan yang asing baginya, hingga berdampak pada aktifitas sosialnya. Yang akan dikaji melalui rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimana penyaringan calon transmigran?
Hal-hal apa sajakah yang dipersiapkan sebelum pindah?
Bagaimana pola permasalahan para transmigran?
1.4 Metode
Penulis menggunakan metode penulisan kuantitatif. Yaitu dengan menelaah berbagai informasi yang berkaitan dengan hal tersebut, sehingga penulis dapat memproleh bahan penulisan dari beberapa sumber dan mengautkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan beberapa ahli yang telah membahas hal ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Program Transmigrasi
Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah yang padat penduduknya ke area wilayah pulau lain yang penduduknya masih sedikit atau belum ada penduduknya sama sekali.
Transmigrasi di Indonesia biasanya diatur dan didanai oleh pemerintah kepada warga yang umumnya golongan menengah ke bawah. Sesampainya di tempat transmigrasi para transmigran akan diberikan sebidang tanah, rumah sederhana dan perangkat lain untuk penunjang hidup di lokasi tempat tinggal yang baru.
Transmigrasi merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mencapai keseimbangan penyebaran penduduk, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapatan. Titik pusat penyelenggaraan transmigarasi adalah manusia. Program pelaksanaan transmigrasi memungkinkan untuk melaksanakan pemerataan pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial kepada golongan penduduk yang selama ini tidak terjamah oleh fasilitas-fasilitas sosial tersebut. Transmigrasi juga berfungsi untuk mempercepat perubahan pengelompokan dan penggolongan manusia dan membentuk jalinan hubungan sosial dan interaksi sosial yang baru (Martono dalam Swasono;1986).
Sedangkan menurut Heeren (1979), “transmigrasi ialah perpindahan, dalam hal ini memindahkan orang dari daerah yang padat ke daerah yang jarang penduduknya dalam batas Negara dalam rangka kebijaksanaan nasional untuk tercapainya penyebaran penduduk yang lebih seimbang”.
Transimgrasi membantu pemerintah dalam pengembangan daerah. Daerah yang dibangun dalam transmigrasi adalah daerah asal dan daerah tujuan. Di daerah asal dapat dilaksanakan program pembangunan yaitu pelaksanaan landreform secara konsekuen, pelaksanaan proyek-proyek pembangunan, pelestarian alam dan lingkungan hidup, perubahan pola usaha tani, pencegahan korban-korban bencana alam, pengurangan kepadatan penduduk, dan pengurangan urbanisasi. Sedangkan di daerah tujuan dapat dilaksanakan program penambahan tenaga pembangunan, perubahan dana-dana dan sarana pembangunan, transfer teknologi, pelaksanaan landreform secara konsekuen, pembudidayaan potensi alam, dan pembaharuan pola hidup (Martono dalam Swasono;1986).
Transmigrasi umum ditanggung oleh pemerintah, dimulai dari pendaftaran, dan seleksi hingga tempat tinggal transmigran. Pada tahun 1956, pemerintah memberikan pinjaman kepada transmigran. Pada delapan bulan awal, mereka mendapatkan pangan dan sandang dari pemerintah, namun mereka membayar pinjaman tersebut selama 3 tahun.
Salah satu pola transmigrasi yang berjalan di Indonesia adalah transmigrasi swakarsa. Ciri-ciri dari transmigrasi swakarsa adalah sebagai berikut (Sujarwadi dalam Warsito et.al;1995):
Pemilihan tanah harus sesuai dengan ketentuan pemerintah
Perpindahan transmigran swakrsa/spontan harus sesuai dengan kebijakan kependudukan dan pembangunan.
2.2 Macam-macam Transmigrasi
Program transmigrasi biasanya dibagi menurut motif keberangkatan transmigran, diantaranya adalah :
1. Transmigrasi Umum
Transmigrasi umum adalah program transmigrasi yang disponsori dan dibaiayai secara keseluruhan oleh pihak pemerintah melalui depnakertrans (departemen tenaga kerja dan transmigrasi).
2.TransmigrasiSpontan/Swakarsa
Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari daerah padat ke pulau baru sepi penduduk yang didorong oleh keinginan diri sendiri namun masih mendapatkan bimbingan serta fasilitas penunjang dari pemerintah.
3. Transmigrasi Bedol Desa
Transmigrasi bedol desa adalah transmigrasi yang dilakukan secara masal dan kolektif terhadap satu atau beberapa desa beserta aparatur desanya pindah ke pulau yang jarang penduduk. Biasanya transmigrasi bedol desa terjadi karena bencana alam yang merusak desa tempat asalnya. Atau karena dampak dari pembangunan.
2.3 PENGARUH TRANSMIGRASI TERHADAP DAERAH TRANSMIGRASI
Transmigrasi diharapkan tercapainya keseimbangan penyebaran penduduk sesuai dengan daya tampung sosial, agraris dan ekologis. Daya tampung sosial adalah jumlah yang dapat ditampung di suatu daerah tanpa menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang berarti (Heeren, 1979). Pada proyek-proyek transmigrasi tertentu beberapa konflik antara transmigran dan penduduk asli telah terjadi, bahkan diantaranya telah terjadi pertumpahan darah (Kompas, 1976 dalam Heeren, 1979).
Dengan pola apapun dilaksanakannya transmigrasi, benturan atau konflik akan tetap terjadi. Diantaranya adalah adanya benturan budaya antara yang asli dan pendatang. Permasalahan ini adalah permasalahan berat yang tidak mungkin dihindari (Wirosardjono dalam Swasono;1986). Penduduk asli memiliki berbagai sikap terhadap transmigran, ada sikap yang senang menerima pendatang dan ada yang tidak menyukai kedatangan transmigran. Contohnya adalah masalah transmigrasi di Lampung yaitu antara transmigran Jawa dengan penduduk asli. Penduduk Lampung menghina penduduk jawa yang miskin, sedangkan masyarakat Jawa jarang atau hampir tidak pernah melakukan kontak dengan masyarakat lampung (Heeren, 1979).
Adanya sengketa tanah yang terjadi antara penduduk asli dan pendatang dan antar sesama transmigran merupakan salah satu masalah lain yang timbul akibat transmigrasi (Kustadi dalam Warsito et.al;1995). Contohnya di Luwu, penduduk asli merasa dirugikan karena kehilangan hak atas bidang-bidang tanah tertentu. Ada juga kasus lainnya, penduduk asli mendapatkan tanah pengganti yang jauh dari desa (Heeren, 1979). Akibat transmigrasi penduduk, daerah transmigrasi semakin padat karena membanjirnya transmigran. Selain itu, letak daerah transmigran yang terpencil sehingga sulit untuk dicapai, dan hasrat penduduk yang ingin bertransmigrasi menjadi masalah di daerah asal sehingga penduduk tersebut cenderung menggunakan calo.
Penduduk asli merasakan perasaan iri, karena fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada transmigran, tetapi tidak pernah diberikan oleh pemerintah kepada penduduk asli. Penduduk merasa tidak enak dengan adanya transmigran. Dengan adanya transmigran, mereka akan menjadi minoritas didaerah mereka sendiri (Heeren, 1979).
Di daerah luar Jawa, umumnya para petani masih menggunakan sistem ladang berpindah yang membutuhkan lahan yang luas. Seharusnya mereka merubah cara berpikir mereka dalam sistem bertani. Namun, adat istiadat yang masih dipegang teguh menghambat kemerdekaan berpikir mereka. Oleh sebab itu, mereka tidak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan zaman dan mereka mulai menjual harta-harta pusaka mereka yang berupa tanah kepada orang-orang di kota dan transmigran. Akibatnya, mereka tidak lagi punya usaha dan pergi dari kampungnya. Mereka mencari pekerjaan lain, diantaranya bekerja diperusahaan-perusahaan pertanian. Namun, mereka kalah saing karena pendatang baru sudah terbiasa dalam menggunakan alat-alat modern. Banyak diantara mereka yang menjadi pengangguran yang mengakibatkan peningkatan kriminalitas.
2.4 Penyaringan Calon Transmigrasi
Pada transmigrasi yang berasaskan pertanian, tentunya transmigran yang dikirim harus mampu menjadi petani yang baik dan dapat berkambang. Hal ini harus disadari bahwa calon transmigran nantinya akan menghadapi lahan garapan yang makin subur. Sehingga yang diharapkan benar-benar mampu menjadi pionir pembangunan pertanian yang dapat berkembang. Adapun gambaran keadaan transmigran sebelum keberangkatan, berdasarkan kepemilikan lahan tanah. Sebagai berikut :
Pamong Desa 1,10 %
Guru 0,34 %
Pegawai 0,20 %
Pedagang 13,02 %
Tukang 8,61 %
Petani 47,16 %
Buruh 8,80 %
Buruh Tani 18,86 %
Pengangguran 1,57 %
Adapun penyakapan dan sewa maupun kerjasama lain, yang mengaku petani 47% dan buruh tani serta buruh ± 27%. Diantaranya ada yang memiliki pekerjaan lebih dari satu. Syarat-syarat penyaringan transmigrasi :
Umur kepala keluarga antara 20-40 tahun
Status transmigran harus kawin
Isteri tidak mengandung lebih dari 3 bulan
Tidak membawa anak bayi kurang dari 6 bulan
Tidak membawa anggota keluarga lanjut usia, lebih dari 60 tahun.
Syarat diatas merupakan ketentuan yang harus terpenuhi, agar para transmigran dapat bekerja dengan tenang tanpa harus disibukkan dengan pekerjaan rumah tangga yang dapat menghambat. Namun, pada Undang-undang Transmigrasi Bab XII, pasal 25 Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 42 Tahun 1973 Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi yang menyebutkan: Bahwa untuk menjadi transmigran, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut :
Warga negara Republik Indonesia
Berkelakuan baik
Berbadan sehat
Sukarela
Mempunyai kemampuan dan keterampilan kerja
Tunduk dan patuh pada peraturan tentang penyelenggaraan transmigrasi.
Syarat-syarat diatas haruslah terpenuhi, namun yang blebih harus diperhatikan adalh syarat ke-5, yaitu memiliki kemampuan dan keterampilan kerja. Menurut pandangan penulis, syarat tersebut perinciannya sangat kurang, yaang dimaksud memilki keterampilan kerja yang seperti apa belum jelas kualifikasinya. Kendatipun syarat yang lain seperti berkelakuan baik juga harus diperhatikan. Apabila calon transmigran telah memiliki keterampilan dan kemampuan kerja, bagaimanakah cara penyaeingannya? Seperti apakah tolok ukur seseorang yang mampu dan terampil? Fakta membuktikan ,bahwa transmigran yang tidak mampu dan terampil, akan menghambat dirinya sendiri dan juga akan menghambat keberhasilan program transmigrasi tersebut.
Apabila minat transmigrasi besar, seharusnya diberlakukan penyaringan yang lebih selektif dan terarah. Hal ini barmaksud agar keberhasilan para transmigran lebih cepat secara kualitatif. Walaupun belum tau tolok ukur keberhasilan itu sperti apa. Sebagai contoh transmigran di derah Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan pada tahun 1976, petani yang berpenghasilan Rp 200.000,- atau lebih hanya berkisar 2,67 %.
Maka cukup jelas apabila negara telah mengaturnya dalm undang-undang, terutama dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 1973 yang isinya “ wajib mengadakan penerangan/penyuluhan, pendaftaran, dan seleksi tentang penyelenggaraan transmigrasi. Yang pelaksanaannya berdasarkan U.U. No. 3 Tahun 1972, tentang ketentuan lain untuk menilai kemampuan dan keterampilan dalam saringan pemilihan calon transmigrasi, yang disusun sebagai berikut :
Kepala Keluarga
a. Lamanya berusaha tani ( milik sendiri, sewa, buruh )
b. Kursus atau latihan keterampilan yang telah diikuti
c. Berdagang produk pertanian atau barang lain.
Isteri
a. Pernah kursus keterampilan macam-macam pekerjaan atau industri rumah tangga
b. Berdagang.
2.5 Hal-hal Yang Dipersiapkan Sebelum Pindah
Hal yang perlu dipersiapkan sebelum pindah adalah pembekalan keterampilan. Pada latihan keterampilan ini, para transmigran diberitahu tentang gambaran lahan yang akan mereka garap diperantauan, karena lahan yang biasa mereka olah sudah pasti akan berbeda dengan lahan yang ada di daerah yang akan mereka tinggali nantinya. Alangkah lebih baik lagi apabila mereka diberitahu jenis tanah dan cara pengolahannya nanti.
Kurun waktu terakhir ini, Departemen Transmigrasi melakukan pembekalan dengan mendatangkan transmigran yang berhasil ke daerah asal mereka. Hal ini telah tertera pada pasal 26 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1973 menegenai penyelenggaraan transmigrasi.
Pada pelatihan ini Departemen Transmigrasi bekerjasama dengan Direktorat Pusat Latihan dan Transmigrasi ( PLPT ). Dikatakan bahwa yang dapat dilaksanakan sampai sekarang melatih 7% dari jumlah transmigran yang telah diharapkan dapat melatih atau membimbing 15 transmigran ( kepala keluarga ) per-orang. Makin banyak transmigran yang memperoleh pelatihan keterampilan akan semakin baik, namun karena terbatasnya anggaran akan membatasi jumlah yang dilatih. Dengan 7% mungkin berdasar “ Pan of Control “ , seorang mengawasi pekerjaan atau kegiatan 15 orang lainnya. Tetapi dalam hal yang sama transmigran dan sama-sama mulai dengan latihan lahan baru, lingkungan baru maupun masih mencari pengalaman baru, mungkin berat bagi transmigran pengikut kursus keterampilan diwajibkan membimbing, memberi contoh pada 15 0rang yang lain. Jadi pemberian penyuluhan kepada calon transmigran mutlak perlu, untuk bekal di daerah tujuan transmigrasi.
2.6 Pola Permasalahan Para Transmigran
Salah satu tujan transmigrasi adalah untuk memberikan taraf hidup yang lebih baik pada objek transmigrasi, dibandingkan dengan kehidupan sebelumnya di daerah asalnya. Untuk itu diperlukan sarana dan prasarana yang diperuntukkan pada para transmigran. Diantaranya adalah :
Memberikan sarana angkutan kepada transmigran hingga tempat tujuan
Menyediakan tempat tinggal tiap kepala keluarga
Memberikan lahan yang produktif seluas satu hektar disekitar lingkungan tempat tinggal sebagi pekarangan dan tegal
Memberi lahan tambahan yang belum dibuka seluas satu hektar
Menyediakan bantuan bahan kebutuhan hidup keluarga, selama tanamannya belum menghasilkan produksi, kurang lebih selama 1 tahun.
Memberikan sarana produksi pertanian, berupa benih tanaman pangan, bibit tanaman tahunan, pupuk,dll.
Memberi bantuan alat-alat pertanian dan dapur.
Sesungguhnya semua bantuan tersebut cukup bagi transmigran untuk memulai hidup mereka yang baru, apalagi bila mereka cakap mengolah pertanian serta trampil, tidak mustahil mereka akan meraih kesuksesan.
Masalah yang sering terjadi di daerah transmigran adalah kemampuan tenaga keluarga transmigran yang kurang, untuk membuka peluang usaha ke-2, yaitu mengolah lahan yang belum dibuka, yang masih berupa hutan belantara. Meskipun sudah ada daerah yang telah terkondisi dan berpokok pada tanaman perkebunan, walaupun 72,2% daerah transmigran masih berpola pertanian pangan, kalaupun ada itu hanya sampingan bagi mereka. Memang semua itu telah sesuai dengan keterampilan yang telah dibekali, yaitu mengolah lahan pertanian pangan.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa tanaman pangan lebih cepat dipanen dan merupakan bahan pokok utama untuk hidup. Tetapi untuk mencapai kesejah teraan hidup akan menjadi lambat, hal ini disebabkan oleh :
Tenaga yang dibutuhkan relatif banyak dan berkesinambungan
Setiap musim memerlukan bibit yang tidak dapat diperoleh dengan mudah
Adanya gangguan tanaman yang sering terjadi, sehingga peluang gagal sangat terbuka.
Pola demikian erat kaitannya dengan budaya masyarakat Jawa yang sering menanam tanaman pangan, sehingga tetap dipertahankan walupun sudah berada dilain daerah. Sehingga dari situlah muncul permasalahan-permasalahan akibat dari perbedaan budaya, antara penduduk asli dan para penduduk transmigran. Yang terkadang juga menimbulkan integrasi sosial, dan perbedaan kelas ekonomi.
2.7 Cara Mengatasi Masalah
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menekan pesatnya pertumbuhan penduduk :
1. Menggalakkan program KB atau Keluarga Berencana untuk membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga secara umum dan masal,sehingga akan mengurangi jumlah angka kelahiran.
2. Menunda masa perkawinan agar dapat mengurangi jumlah angka kelahiran yang tinggi.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk :
1. Penambahan dan penciptaan lapangan kerja
Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat maka diharapkan hilangnya kepercayaan banyak anak banyak rejeki. Di samping itu pula diharapkan akan meningkatkan tingkat pendidikan yang akan merubah pola pikir dalam bidang kependudukan.
2. Meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan
Dengan semakin sadar akan dampak dan efek dari laju pertumbuhan yang tidak terkontrol, maka diharapkan masyarakat umum secara sukarela turut mensukseskan gerakan keluarga berencana.
3. Mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi
Dengan menyebar penduduk pada daerah-daerah yang memiliki kepadatan penduduk rendah diharapkan mampu menekan laju pengangguran akibat tidak sepadan antara jumlah penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.
4. Meningkatkan produksi dan pencarian sumber makanan
Hal ini untuk mengimbangi jangan sampai persediaan bahan pangan tidak diikuti dengan laju pertumbuhan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa :
Departemen Transmigrasi sebagai lembaga yang berwenang mengatasi, serta yang memiliki program tersebut, seharusnya lebih menungkatkan mutu para transmigran untuk mewujudkan kesuksesan dari progran transmigrasi.
Sebelum diberangkatkan ke tempat tujuan, Departemen Transmigrasi seharusnya memberikan gambaran kepada para calon transmigran tentang keadaan sosial budaya, serta adat-adat yang ada di tanah rantauan.
Para transmigran, dibekali keterampilan sebagai tindakan awal apabila priduksi pertanian mereka belum berhasil.
3.2 Saran
Dengan adanya penulisan makalah ini, diberikan saran yaitu memberikan perhatian terhadap daerah-daerah transmigrasi sehingga tercapainya tujuan pemerintah yaitu adanya keseimbangan jumlah penduduk, perluasan kesempatan pekerjaan dan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alisadono, Soedarsono, dkk. Kebijakan Transmigrasi Melalui Pendekatan Sitem. 2006. Yogyakarta : UGM Pers.
Warsito, Rukmadi,dkk. Transmigrasi Dari Daerah Asal Sampai Benturan Budaya di Tempat Pemukiman. 1984. Jakarta : CV. Rajawali.
( http://www.wikipedia.ac.id )
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment